guru besar feb upnvj

FEBUPNVJ – Transformasi digital bukan sekadar penggunaan teknologi, melainkan perubahan fundamental dalam tata kelola, strategi bisnis, dan keberlanjutan. Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP., Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasiona “Veteran” Jakarta (UPNVJ), dalam Seminar Nasional dan Call for Papers Business, Economics, Management, and Accounting (BIEMA) 8th, Rabu (10/09/2025).

Dalam paparannya berjudul Transformasi Digital dan Implikasinya terhadap Tata Kelola serta Bisnis Berkelanjutan, Prof. Erna menjelaskan bahwa perkembangan revolusi industri, khususnya di era 4.0, telah mendorong integrasi teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), Big Data Analytics, Blockchain, dan Cloud Computing dalam seluruh aspek bisnis. Integrasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga membuka peluang penciptaan nilai baru serta mendukung pembangunan berkelanjutan.

“Society 5.0 dan transformasi digital bukan hanya tentang teknologi, tetapi bagaimana teknologi digunakan untuk menciptakan nilai tambah, memperkuat tata kelola, dan mewujudkan bisnis yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Prof. Erna menekankan bahwa transformasi digital mendorong pergeseran tata kelola dari compliance-driven menjadi data-driven governance. Hal ini menuntut dewan direksi dan komisaris untuk lebih adaptif terhadap risiko teknologi, keamanan siber, dan privasi data. Ia mencontohkan implementasi di Bank Mandiri yang kini memanfaatkan AI untuk analisis risiko berbasis data ESG, serta PLN yang menerapkan smart grid berbasis IoT untuk mendukung target Net Zero Emissions 2060.

Selain memperkuat tata kelola, digitalisasi juga mempercepat integrasi aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam strategi bisnis. Perusahaan yang cepat beradaptasi dengan teknologi terbukti memiliki kinerja keuangan dan keberlanjutan yang lebih unggul.

Namun, Prof. Erna juga mengingatkan adanya tantangan besar dalam implementasi, seperti rendahnya literasi digital di level pimpinan, resistensi budaya organisasi, hingga ancaman keamanan siber. Oleh karena itu, ia mendorong penguatan kompetensi digital leadership, pembentukan Digital Governance Committee, serta harmonisasi regulasi antar lembaga pemerintah.

“Dunia sedang berada di persimpangan sejarah. Digitalisasi mengubah cara kita bekerja, mengelola, dan memimpin. Masa depan dimiliki oleh mereka yang berinovasi, beradaptasi, dan berkolaborasi,” tutupnya

Share :
Tags: